![]() |
Revisi PKPU Syarat Capres-Cawapres Sesuai Putusan MK. |
Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sepakat mengenai revisi Peraturan KPU mengenai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Kesepakatan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Revisi ini khususnya mengacu pada
PKPU No. 19 Tahun 2023 mengenai pencalonan calon presiden dan wakil presiden
yang sesuai dengan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023. Putusan MK ini memberikan
peluang kepada kepala daerah untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden
meskipun usianya belum mencapai batas minimal 40 tahun sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 169 huruf (q) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ketua DKPP RI, Heddy Lugito, dan
Pelaksana Harian Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri,
Togap Simangungsong, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI,
mengonfirmasi persetujuan atas revisi ini.
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari,
telah lebih dulu mengajukan revisi ini sebagai respons atas putusan MK.
"Di rancangan perubahan PKPU No. 19 Tahun 2023, Pasal 13 ayat 1 huruf (q)
menetapkan syarat usia minimal 40 tahun," papar Hasyim.
Dengan putusan MK tersebut, KPU
mengubah rancangan perubahan PKPU 19 Tahun 2023 di mana Pasal 13 ayat 1 huruf
(q) mengatur syarat menjadi presiden dan wakil presiden adalah minimal berusia
40 tahun atau pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk
pemilihan kepala daerah.
Revisi ini mendapat berbagai
respons. Sejumlah pengamat politik melihat ini sebagai respons dari pemerintah
dalam mewujudkan demokrasi yang lebih inklusif dan menerima aspirasi
masyarakat. Namun, ada pula kritik yang menganggap revisi ini berpotensi
mengubah dinamika pilpres mendatang.
Harapan dari revisi ini adalah
lahirnya calon-calon muda dengan inovasi dan ide-ide segar yang mampu membawa
Indonesia ke arah yang lebih baik. Namun, tantangannya adalah bagaimana
mencegah praktik politik dinasti dan memastikan bahwa pemilihan berjalan dengan
integritas.
Keputusan lima lembaga tersebut menegaskan kembali pentingnya penyesuaian regulasi dalam mengakomodasi dinamika politik dan aspirasi masyarakat. Namun, seperti halnya setiap kebijakan, ada pro dan kontra yang harus dipertimbangkan. Diharapkan, dengan adanya revisi ini, pemilihan presiden dan wakil presiden mendatang dapat berjalan dengan lebih demokratis, transparan, dan akuntabel. Revisi PKPU syarat capres-cawapres ini mencerminkan dinamika politik yang terus berubah di Indonesia. Dengan keterlibatan berbagai lembaga negara, diharapkan revisi ini dapat memberikan jalan terbaik bagi pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan datang.
Baca Juga : Ketua MK Anwar Usman Hadiri Sidang Tertutup MKMK Terkait Pelanggaran Etik.
Keputusan MK Terkait Syarat Usia Minimum Capres-Cawapres Dipandang Sebagai Dasar Kepastian Hukum
Jakarta - Di tengah dinamika
perubahan Peraturan KPU (PKPU) terkait syarat pencalonan presiden dan wakil
presiden yang terus bergulir, muncul pernyataan dari Ketua Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Heddy Lugito, yang memberikan pencerahan.
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad
Doli Kurnia, meminta Heddy Lugito menyampaikan pendapatnya mengenai revisi PKPU
menyangkut syarat usia minimum capres-cawapres. Menanggapi hal ini, Heddy
Lugito menilai bahwa syarat untuk menjadi capres-cawapres kini bukan hanya
sebatas "berusia paling rendah 40 tahun". Namun, ada tambahan
kriteria, yaitu "atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui
pemilu atau pilkada".
Dalam konteks ini, langkah yang
diambil oleh KPU untuk merevisi PKPU No. 19 Tahun 2023 dianggapnya sebagai
upaya untuk menjalankan Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang memeriksa norma
Pasal 160 huruf (q) UU Pemilu. Perkara ini diajukan oleh mahasiswa Universitas
Surakarta (UNSA) bernama Almas Tsaqibirruu Re A.
"Dengan keputusan MK yang
sudah terlanjur dibacakan, keputusan tersebut sudah berlaku. DKPP mendukung
langkah KPU untuk memperbaharui PKPU," kata Heddy. Ia berharap, langkah
ini akan memberikan kepastian hukum, sehingga pasca-pilpres nanti tidak terjadi
permasalahan hukum yang berlarut-larut.
Plh Dirjen Polpum Kemendagri,
Togap Simangungsong, mewakili pemerintah, juga menunjukkan dukungannya terhadap
usulan KPU. Pemerintah setuju dengan ketentuan yang memungkinkan kepala daerah
untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden yang termuat dalam
Pasal 13 huruf (q) PKPU No. 19 Tahun 2023. "Pemerintah menyetujui
rancangan PKPU tersebut," tegas Togap.
Dengan adanya keputusan ini,
publik menunggu respons dan reaksi dari berbagai pihak. Beberapa kalangan
menilai ini sebagai langkah maju dalam demokrasi, sementara yang lain khawatir
akan potensi politik dinasti. Pengamat politik berpendapat bahwa perubahan ini
akan membawa dinamika baru dalam pemilihan presiden mendatang.
Sebagai kebijakan yang penting
dan strategis, tentu saja revisi PKPU ini menimbulkan pro dan kontra. Ada yang
berpendapat bahwa revisi ini akan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi
pemimpin yang potensial, sementara sebagian lainnya khawatir akan integritas
dan kualitas kepemimpinan yang dihasilkan.
Keputusan MK yang telah terlanjur
dibacakan dan didukung oleh DKPP dan pemerintah menjadi momentum penting dalam
sejarah demokrasi Indonesia. Revisi PKPU ini diharapkan dapat memberikan
kepastian hukum dan memastikan pemilihan presiden dan wakil presiden yang lebih
inklusif dan demokratis.
Dengan berbagai dinamika yang
terjadi, proses demokrasi di Indonesia terus berjalan dan berkembang. Semoga
keputusan ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa dan
negara.
Komisi II DPR Restui Revisi PKPU Terkait Syarat Capres-Cawapres: Sebuah Lompatan Signifikan dalam Proses Demokrasi
Jakarta – Dalam sebuah rapat
dengar pendapat (RDP) yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan, Komisi II
DPR memberikan persetujuan terhadap rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(PKPU) tentang pencalonan peserta pemilu presiden dan wakil presiden. Keputusan
ini diambil bersamaan dengan perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri), KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Dalam rapat tersebut, Ketua
Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, menyatakan kesepakatan yang dicapai.
"Menyetujui rancangan PKPU mengenai perubahan atas PKPU No. 19 Tahun 2023
tentang pencalonan peserta pemilu presiden dan wakil presiden," ujarnya.
Selain PKPU, dua Rancangan
Perbawaslu juga mendapat persetujuan. Pertama adalah Rancangan Perbawaslu
tentang pengawasan pencalonan peserta pemilu presiden dan wakil presiden.
Kedua, adalah Rancangan Perbawaslu terkait pengawasan dana kampanye pemilihan
umum.
Namun, kesepakatan ini tidak
serta merta tanpa catatan. Doli menegaskan bahwa KPU dan Bawaslu RI harus
memperhatikan catatan serta masukan dari berbagai pihak, termasuk anggota
Komisi II DPR, Kemendagri, dan DKPP.
Persetujuan ini dianggap sebagai
langkah maju dalam penyempurnaan regulasi pemilihan presiden dan wakil
presiden. Melalui revisi ini, diharapkan akan tercipta pemilihan yang lebih
transparan, akuntabel, dan inklusif.
Tak lama setelah keputusan
diambil, berbagai respons mulai mengalir dari para stakeholder. Sebagian besar
menyambut baik keputusan tersebut, sementara beberapa mengungkapkan
kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan.
Dengan disetujuinya revisi PKPU,
banyak pengamat politik yang berpendapat bahwa pemilu presiden dan wakil
presiden mendatang akan menyajikan dinamika baru. Pemilihan yang lebih terbuka
ini diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih berkualitas.
Sebagai sebuah kebijakan yang
berdampak luas, revisi PKPU ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Meski
demikian, pihak-pihak terkait diharapkan dapat bersinergi untuk memastikan
pelaksanaan pemilu yang demokratis.
Dengan persetujuan Komisi II DPR
terhadap revisi PKPU ini, Indonesia diharapkan dapat menjalankan pemilihan
presiden dan wakil presiden dengan lebih baik di masa mendatang. Keputusan ini
menjadi bukti komitmen bangsa dalam upaya penyempurnaan proses demokrasi.
Keputusan dari Komisi II DPR
merupakan tonggak sejarah baru dalam evolusi sistem pemilihan di Indonesia.
Semoga dengan keputusan ini, proses pemilihan mendatang dapat berjalan dengan
lancar dan menghasilkan pemimpin yang amanah bagi rakyat Indonesia.
Komisi II DPR Bahas Penyesuaian PKPU Menyusul Putusan MK: Pintu Terbuka bagi Gibran Rakabuming Raka?
Kompleks Parlemen di Jakarta
kembali ramai saat Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Dalam RDP ini, agenda utamanya adalah membahas konsultasi mengenai penyesuaian
Peraturan KPU berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXV/2023 serta
konsultasi Rancangan Peraturan Bawaslu.
Sebelumnya, KPU sudah menetapkan
PKPU No. 19 Tahun 2023 yang mengatur syarat pencalonan peserta pemilu presiden
dan wakil presiden. Pada Pasal 13 Ayat 3 disebutkan bahwa calon presiden dan
wakil presiden harus berusia paling rendah 40 tahun, yang dihitung sejak
penetapan pasangan calon oleh KPU.
Namun, dinamika berubah ketika
pada 16 Oktober 2023, MK mengeluarkan putusannya. Dalam putusan tersebut, yang
dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, disebutkan bahwa kepala daerah
diperbolehkan menjadi calon presiden atau wakil presiden meskipun belum
mencapai usia 40 tahun. Keputusan ini tentunya menggoyang tatanan regulasi
pencalonan sebelumnya.
Keputusan MK ini seolah membuka
pintu bagi Gibran Rakabuming Raka, anak dari Presiden Jokowi, untuk maju dalam
pencalonan wakil presiden. Meski berusia 36 tahun, Gibran yang saat ini
menjabat sebagai Wali Kota Solo memiliki kesempatan untuk diusung oleh Koalisi
Indonesia Maju. Ia berpasangan dengan sosok senior, Prabowo Subianto, yang maju
sebagai calon presiden.
Hal ini tentu menimbulkan
berbagai spekulasi, mengingat Ketua MK Anwar Usman memiliki hubungan keluarga
dengan Jokowi, membuatnya menjadi ipar dari Jokowi dan paman dari Gibran.
Tak lama setelah putusan MK,
berbagai reaksi bermunculan. Ada yang menyambut baik, menganggap ini sebagai
bentuk inklusivitas dalam demokrasi, namun ada pula yang menilai keputusan ini
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan nepotisme dalam politik
nasional.
Putusan MK ini memiliki dampak
signifikan terhadap politik Indonesia. Selain potensi kandidat yang lebih muda,
keputusan ini juga bisa mempengaruhi dinamika pemilihan presiden mendatang,
terutama dengan adanya kemungkinan keterlibatan figur-figur muda dalam kontestasi
politik.
RDP yang digelar oleh Komisi II
DPR RI menjadi ajang penting untuk membahas penyesuaian regulasi pasca-putusan
MK. Dengan keputusan MK ini, Indonesia akan melihat dinamika baru dalam
pemilihan presiden dan wakil presiden mendatang.
Kemajuan demokrasi memang tak
lepas dari berbagai dinamika dan perubahan. Bagaimana pun, semoga
keputusan-keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kebaikan dan
kemajuan bangsa Indonesia.